
Bakmi Jawa: Jejak Kuliner Tionghoa yang Sudah Beradaptasi
Bakmi Jawa adalah salah satu hidangan khas yang banyak ditemukan di daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Meski dikenal sebagai kuliner khas daerah, bakmi Jawa sejatinya memiliki akar yang erat dengan budaya Tionghoa. Seiring berjalannya waktu, kuliner ini mengalami berbagai adaptasi dan modifikasi sehingga memiliki cita rasa yang unik dan berbeda dari bakmi Tionghoa asli.
Sejarah Bakmi Jawa dan Pengaruh Tionghoa
Bakmi sendiri merupakan istilah dalam bahasa Hokkian https://thesilit.com/ yang berarti “mie gandum”. Masyarakat Tionghoa yang datang ke Nusantara membawa budaya memasak mereka, termasuk pembuatan mie. Di berbagai daerah Indonesia, mie ini kemudian diadaptasi sesuai dengan selera dan ketersediaan bahan di masing-masing wilayah.
Ketika bakmi diperkenalkan di tanah Jawa, ia mulai mengalami perubahan. Salah satu perbedaan utama antara bakmi Jawa dan bakmi Tionghoa adalah penggunaan bahan dan cara memasaknya. Jika bakmi Tionghoa sering dimasak dengan daging babi dan minyak babi, maka bakmi Jawa lebih banyak menggunakan ayam sebagai sumber protein dan dimasak dengan bumbu khas Jawa yang lebih kaya akan rempah.
Ciri Khas Bakmi Jawa
Bakmi Jawa memiliki beberapa ciri khas yang membedakannya dari jenis bakmi lainnya:
- Menggunakan Ayam Kampung Bakmi Jawa umumnya menggunakan ayam kampung yang memiliki daging lebih kenyal dan rasa lebih gurih dibanding ayam negeri.
- Bumbu Rempah yang Khas Salah satu keunikan bakmi Jawa terletak pada bumbu yang digunakan, seperti bawang putih, bawang merah, merica, dan kemiri. Beberapa penjual juga menambahkan kencur untuk memberikan aroma khas.
- Dimasak dengan Arang Banyak pedagang bakmi Jawa yang masih mempertahankan cara memasak tradisional menggunakan anglo (tungku kecil berbahan bakar arang). Hal ini memberikan rasa yang khas dan berbeda dibandingkan dengan bakmi yang dimasak menggunakan kompor gas.
- Disajikan dengan Kuah atau Goreng Bakmi Jawa memiliki dua variasi utama, yaitu bakmi godhog (rebus) dan bakmi goreng. Bakmi godhog memiliki kuah kaldu ayam yang gurih, sementara bakmi goreng lebih kering dan memiliki cita rasa manis-gurih yang khas.
- Topping Tambahan yang Unik Selain ayam, bakmi Jawa sering disajikan dengan telur bebek, irisan kol, daun bawang, dan terkadang dengan tambahan koya atau kerupuk untuk menambah tekstur.
Proses Adaptasi dan Keunikan Bakmi Jawa
Proses adaptasi bakmi Jawa tidak hanya terlihat dari bahan yang digunakan, tetapi juga dari teknik memasaknya. Jika dalam tradisi Tionghoa, mie sering kali direbus terlebih dahulu dan kemudian ditumis dengan berbagai saus, maka dalam bakmi Jawa proses memasaknya lebih berfokus pada penggunaan kaldu ayam kampung yang direbus lama agar mendapatkan rasa yang lebih gurih.
Selain itu, dalam budaya kuliner Tionghoa, penggunaan kecap asin lebih dominan, sedangkan bakmi Jawa cenderung menggunakan kecap manis yang lebih sesuai dengan selera masyarakat Jawa yang menyukai rasa sedikit manis.
Tidak hanya itu, cara penyajiannya pun memiliki sentuhan khas Nusantara. Beberapa pedagang bakmi Jawa sering kali menyajikan mie mereka dalam piring beralaskan daun pisang, yang tidak hanya menambah aroma tetapi juga memperkuat kesan tradisional dari hidangan ini.
Popularitas Bakmi Jawa di Masa Kini
Saat ini, bakmi Jawa masih sangat populer dan banyak dijual oleh pedagang kaki lima hingga restoran mewah. Di Yogyakarta dan Solo, banyak warung bakmi Jawa legendaris yang tetap mempertahankan cita rasa autentik mereka. Bahkan, beberapa varian modern dari bakmi Jawa mulai bermunculan, seperti bakmi dengan tambahan topping seafood atau bakmi yang disajikan dengan sambal ekstra pedas.
Tak hanya populer di Jawa, bakmi Jawa juga mulai dikenal di berbagai kota besar di Indonesia, bahkan di luar negeri sebagai bagian dari kuliner khas Indonesia. Kehadirannya dalam berbagai festival makanan dan acara kuliner semakin memperkuat eksistensi bakmi Jawa sebagai hidangan yang memiliki nilai sejarah dan budaya tinggi.
BACA JUGA: Se’i Sapi NTT: Daging Asap dengan Sambal Lu’at yang Membara